SI TARJO
“Siapalah aku ini. Aku tidak
pintar, nilai pas-pasan. Aku pun tak pandai bercakap, apalagi berpidato
layaknya presiden. Kaya juga tidak. Mau jadi apa nanti? Entah, tujuan aku tak
punya.”
Gundah hati Tarjo, membikin Ia
tak bisa tidur hingga dini hari. Ia tak punya mimpi yang selangit. Yang Ia
ingin hanyalah lulus tepat waktu, dapat kerja, dan hidup cukup. Tidaklah Ia
ingin jadi pejabat, apalagi konglomerat.
…
Seperti biasa, Tarjo berangkat ke
kampus membawa bekal. Untuk sekedar mengirit pengeluaran. Ia berjalan dengan
malas. Hatinya masih diselimuti kegundahan hidup.
…
“Nak, boleh minta makanan nak?
Bapak belum makan dari kemarin.” Tarjo berhenti, mengamati pemulung di pinggir
trotoar yang Ia lewati. Tak tega hati Tarjo, melihat baju lusuh penuh debu bapak
itu, membawa karung berisi rongsokan.
“Ini pak, kebetulan saya membawa
makanan.” Disodorkan kotak makanan bekalnya kepada pemulung itu.
“Sebentar nak, Bapak cari wadah
dulu, biar wadahmu bisa kamu bawa pulang.” Terlihat bapak itu mengais isi
karungnya mencari-cari wadah dan dikeluarkan. Wadah itu terlihat kotor karena
bercampur rongsokan. Kemudian disodorkan kepada Tarjo. Tak tega pula Tarjo.
Kemudian Ia duduk di sebelah bapak
pemulung.
“Pak, ini. Sudah, bawa saja pak
wadah saya. Yang penting bapak bisa makan. Tapi maaf saya lupa membawa sendok.”
“Jangan nak, taruh di sini saja.
Nanti bagaimana mengembalikan wadahmu?” pemulung itu terlihat bingung.
“Sudah pak. Bawa saja, tidak usah
dikembalikan. Saya tidak apa-apa.” Kembali disodorkarnya kotak makannya sembari
tersenyum.
…
Ia berjalan dengan hati berbunga.
Bukan karena nilainya telah meroket. Bukan pula karena Ia menang lotre. Ada hal
yang selama ini tidak Ia sadari. Gundah semalam telah terjawab atas kehendak
Yang Kuasa.
…
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung
lama. Seketika nafasnya seakan terhenti. Teringat akan sesuatu. Dadanya begitu
sesak. Jika saja Ia tidak sadar bahwa Ia sedang di jalanan, air matanya tentu
telah mengucur deras. Disekanya setitik yang terlanjur menitik. “Aku lupa tidak
memberi bapak itu air. Ia pasti kehausan setelah makan.” Begitulah seharian
hatinya lebih gundah dari kegundahan semalam.
…
Tarjo… Oh Tarjo…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar