Mereka pasti sudah
gila telah memilihku menjadi pembawa acara. Itu adalah hal yang mustahil. Bagaimana
aku bisa membawakan acara dengan baik di depan penonton jika dia akan duduk di sana dan juga menjadi
penontonku. Tentu saja aku tidak mungkin menolak perintah tersebut. Acara itu akan
gagal jika tidak ada pembawa acara. Dan tentu saja aku adalah korban dari
rekan-rekanku yang saling lempar dan menunjuk seseorang untuk menjadi pembawa
acara.
Aku sudah
berlatih. Namun, sepertinya akan sia-sia saja. Bagaimana jika aku tidak dapat
bicara di atas panggung. Bagaimana jika acara akan berantakan . Bagaimana jika
aku terlihat bodoh di depannya. Bagaimana jika - semua bagaimana bermunculan di
dalam benakku. Ini tidak bisa dibiarkan.
Tante
mulai melukiskan berbagai sesuatu, bubuk, cair, pensil. Melukiskan keindahan
buatan di wajahku. Mengikat rambutku tinggi. Dan aku harus berterima kasih
padanya. Gaun biru yang telah disiapkan kemarin pun segera kukenakan. Aksesoris?
Ya, sedikit. Aku menyukai yang sederhana dan tidak mencolok. Aku akan
meluluhkan dunia, dan dia, pikirku. Aku hendak beranjak dari meja rias hingga
tante menahanku. Menyodorkan sebuah kotak sepatu. Sepatu hak tinggi ? yang
benar saja. Apa dia ingin membuat penonton tertawa dengan terjatuhnya aku
karena sepatu? Mengapa tidak bisa aku memakai sepatu kets saja, omelku.
Aku
mengatur nafas. Berusaha terlihat tenang. Berdiri di belakang panggung. Aku menaiki
tangga dengan hati-hati, tak ingin ditertawakan karena terjatuh dengan sepatu
hak tinggi. Ini benar-benar gila. Aku akan membuat perhitungan dengan mereka
karena menunjukku menjadi pembawa acara. Detik pertama, kedua, ketiga. Suaraku
tersangkut di tenggorokan. Aku berusaha keras mengeluarkan bunyi dari mulutku. Satu
menit, dua menit, lalu semua mengalir. Terima kasih kepada rekanku yang menjadi
partner di atas panggung. Melemparkan lawakan dan memberi umpan padaku, sehingga
aku tidak kehabisan bahan bicara. Lima menit, aku menguasai panggung. Melempar
lawakan dengan percaya diri. Orang-orang tertawa. Aku edarkan pandangan secepat
kilat. Mencari seseorang di antara mereka yang berseragam. Aku menemukannya,
tertawa puas. Lebih puas, paling lepas, di antara kawannya.
Aku turun dari panggung, acara telah selesai. Aku
mencabut kata-kataku yang menyumpahi rekan timku. Aku merasa ingin meledak. Marah?
Tidak. Aku senang. Membuat orang-orang tertawa dan berbahagia di hari perpisahan
ini, khususnya dia. Untuk yang pertama kalinya.
Sampai jumpa kakak-kakakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar